Image and video hosting by TinyPic

Kisah rakyat Aceh menumpas pasukan elite Marsose

Meskipun kondisi Aceh sekarang tengah terseok-seok dalam kondisi politiknya dan juga kondisi perekonomian masyarakatnya yang mengkhawatirkan, namun di masa silam Aceh telah mencatatkan sejarah gemilangnya di dunia internasional.

Jika mendengar dan membaca sejarah Aceh, seakan-akan orang kurang percaya dengan situs-situs sejarah yang melegenda itu yang tak bisa dijumpai, terutama Istana Kerajaan Aceh, naskah-naskah kuno, benteng-benteng pertahanan dan makam raja-raja serta ulama-ulama Aceh yang dijarah serta tidak terawat. Akan tetapi sejarah telah membuktikan dari sekian situs sejarah yang masih tersisa, Aceh memang negeri kuat di masanya.

Sejarah yang masih diingat orang Aceh hingga sekarang adalah perang melawan pasukan elite Belanda (Pasukan Marsose). Berdasarkan informasi yang dihimpun Sindonews dari literatur Aceh, perang ini berlangsung pada tahun 1873 hingga awal abad ke-20. 

Korban pun berjatuhan dan pasukan Belanda menderita kerugian yang teramat sangat parah serta kekurangan pasukan karena banyak yang tewas di medan tempur. Aceh saat itu sulit untuk dikuasai. Hingga akhirnya Belanda membentuk pasukan khusus yang dinamakan Pasukan Marsose (Het Korps Mareschaussee).

Pasukan ini memiliki serdadu-serdadu yang memiliki keberanian, semangat tempur tinggi, serta mampu melacak keberadaan para pejuang Aceh dan menumpas habis pasukan Aceh beserta masyarakatnya. Tindakan Belanda dengan membentuk pasukan khusus ini berhasil memukul mundur pejuang Aceh, menangkap Panglima Aceh, dan bahkan Teuku Umar Syahid berhasil ditahan Pasukan Marsose ini. Sementara panglima Aceh lainnya dibuang ke luar daerah.

Melihat prestasi yang sedemikian gemilang, Belanda berfikir bahwa Aceh telah takluk pada Belanda dan para pejuang-pejuangnya dengan sukarela menyerahkan diri. Namun, perkiraan mereka saat itu salah. Perlawanan Aceh ternyata semakin membara. 

Akibat berbagai macam kekerasan, masyarakat Aceh telah menaruh benci yang sangat mendalam bagi orang Aceh dan pejuang-pejuang yang masih tersisa. Anak-anak yatim dan janda-janda yang ditinggal suaminya ikut mengangkat senjata melawan keganasan Belanda walaupun harus berhadapan dengan Pasukan Marsose sekalipun.

Dengan rasa nekat dan semangat perang sabil, masyarakat Aceh berjanji akan membunuh semua Belanda, tidak perduli apakah pasukan Belanda, dan masyarakat Belanda. Semua akan dihabisi. Janji ini bukan isapan jempol belaka, para pejuang Aceh beserta seluruh komponen masyarakat Aceh mengangkat rencong setinggi-tingginya. 

Pasukan Belanda dibuat kalang kabut dan menderita kekalahan mental yang sangat berat. Belanda tidak habis pikir bagaimana dengan hanya bersenjatakan rencong, satu orang Aceh bisa membunuh delapan pasukan Belanda.

Dari peristiwa itu, timbul sebutan Belanda untuk orang Aceh yakni, "Atjeh Moorden-Atjeh Pungo" (Aceh gila). Perang khas Aceh atau perang gila ala masyarakat Aceh ini telah menewaskan beberapa Panglima Pasukan Marsose dan Panglima Tinggi Belanda.

Berdasarkan catatan sejarah, sejak saat itu Belanda kemudian meninggalkan Aceh sebelum Indonesia merdeka. Walaupun Belanda kembali di daratan Jawa, namun Belanda tak berani menyentuh Aceh. Jangankan hanya sekedar menambatkan kapalnya di dermaga, melewati laut Aceh saja Belanda tak berani saat itu.

Sumber:sindonews


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar